Rabu, November 25, 2015

PANTI HAFARA UNTUK MEREKA YANG GILA DALAM BERAMAL

Hari siang tadi saya diajak sama Pak Ari yang kebetulan adalah teman ngaji di Jogja ke Panti Hafara di Bantul. Panti tersebut adalah binaan pak Chabib, yang dulu merupakan mantan anak jalanan lalu berputar haluan menjadi “Babe” bagi para anak jalanan yang kurang beruntung, gelandangan tak berkeluarga dengan gangguan psikotik, dan jenazah jenazah tak berkerabat yang beliau buru di jalanan. Perburuan beliau terhadap mereka bukan untuk diperalat, tapi dirawat. Sehingga tak mengherankan, 5 tahun lalu panti ini diganjar penghargaan tanda kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden SBY.
Saat saya berkunjung kesana, kebetulan Pak Chabib sedang berangkat ke Jakarta untuk di wawancara siaran langsung dalam acaranya Deddy Corbuzier yang akan tayang sore ini, jadi kami kali ini berkesempatan untuk mengobrol bersama para relawan dan pengurus. Disela sela kegiatan panti yang sedang melangsungkan sesi terapi pada para penghuni.
Orang orang yang menderita gangguan psikotik, bagi masyarakat “normal” (setidaknya menganggapnya begitu) jarang mempunyai tempat. Bahkan umumnya dianggap aib, atau penyakit yang akan sangat memalukan jika terlihat oleh publik. Sehingga banyak diantara mereka akhirnya dibuang, dan dibiarkan menggelandang. Padahal dengan penyakitnya, sudah jelas mereka akan kesulitan untuk menemukan tempat kembali. Derajat mereka sebagai manusia seakan terlupakan.
Sekarang mari sedikit ber alegori, seumpamanya kehidupan ini adalah game Massively multiplayer online role-playing game atau MMORPG, kita adalah player bersama. Lalu mereka yang menderita gangguan psikotik tersebut adalah anggap saja Non-Player Character (NPC), maka apa yang sebaiknya kita lakukan?. Bukankah dengan bersahabat dengan para NPC tadi kemungkinan untuk naik level, rare item, secret quest dan sebagainya lebih banyak?
Ayok rame rame naik level.
Nama beliau Mbah Wiryo, 80 tahun lebih kata beliau. Hidup bersama 2 cucu perempuan yang masih sekolah di SMA dan SMP, ibu mereka sudah meninggal karena sakit. Setiap hari sekitar jam 5 sore sampai tengah malam, berjualan di depan gedung Sasono Hinggil, Alun alun Kidul (Alkid) Jogja. Dagangannya nggak banyak, sekedar beberapa botol minuman, makanan kecil seperti telur asin, intip dan sebagainya. Di umur beliau yang harusnya sudah lepas dari asap kendaraan dan angin malam, beliau masih harus berjualan demi cucu cucunya dan untuk menyambung hidup. Beliau bukan sosok yang mengandalkan belas kasihan orang. Setiap Rabu dan Jum'at, kalau saya latihan di Alun alun kidul, beliau sudah menggelar lapak kecilnya diantara motor motor yang parkir didepan Sasono Hinggil. Pernah kami kasih sekedar makanan kecil untuk cucu cucunya, meskipun setelah eyel eyelean ndak mau, besoknya kalau kami beli minum beliau nggak mau menerima uangnya. Lalu beberapa hari yang lalu saat kebetulan saya punya sebungkus nasi goreng yang ndak mungkin saya makan karena udah makan dan adek saya juga pasti udah tidur, lalu saya kasih beliau sambil eyel eyelan juga, besoknya di motor saya sudah ada sekresek telur asin. Bahkan setelah saya mengambil foto inipun beliau malah sibuk nyari tas kresek buat nggantungin telur asin lagi di motor saya. Jawaban beliau saat kami tanya kenapa kok ndak mau menerima sedikit bantuan sangat membuat saya jleb dan tertegun. "Mbah sudah tua, takutnya ndak punya waktu lagi untuk membalas kebaikan njenengan, mas".
Teman teman, disaat kita disana sini ribut berbagai hal, dari isu jenggot sampai Syria. Dari Freeport sampai Laut China Selatan, secara bersamaan kita melewatkan kehidupan kehidupan bijak yang lalu lalang di dekat kita. Mbah Wiryo mungkin nggak tau apa itu Syria, Mbah yang lain mungkin bahkan nggak tau Laut China Selatan itu dimana. Yang mereka tahu hanya “how to survive today”. Istilah istilah sulit yang kita baca di muqorror muqorror kuliah, jargon jargon yang kita share di facebook, hastag hashtag instagram tapi hanya tetap sebagai konsep seolah membuat kita jadi egosentris, self-centered. Apalagi kejadian belakangan ini beberapa mahasiswa yang nggak mau mbayar makan di restaurant, apa nggak malu sama Mbah Wiryo?. Di surat Al Baqoroh Allah sudah mengkode kita tujuan kita diciptakan, Inni ja’ilun fil ardhi kholifah. Sebagai kholifah, perwakilan-Nya, perpanjangan tangan-Nya untuk mengurus dan mengelola dunia. Lalu banyak diantara kita yang setelah diciptakan, menjadi takut. Takut nggak kebagian, takut kehabisan, lalu mulai menunjukkan ego. Ego yang membludak tak terkontrol menciptakan monster yang sangat destruktif : kerakusan. Bahkan sampai pahala pun rakus, pengen menang sendiri dan yang lain harus kalah. Kalau istilah Cak Nun, namanya Kemaruk Pahala. Padahal selain Fastabiqul khoirot, Gusti Allah juga berfirman “ Ta’awanuu ‘alal birri wat taqwa, salinglah tolong menolong dalam kebaikan. Sebagai kholifah.
Saat anda merasa sakit, itulah bukti bahwa anda hidup. Saat anda merasakan sakitnya orang lain, itulah tanda bahwa anda itu manusia. Teman teman, disekeliling kita banyak Mbah Wiryo yang lain. Yang tidak akan menunggu kita untuk mulai kembali jadi manusia, menjadi kholifah sejati. Jangan sampai kita menjadi apa yang dikhawatirkan para malaikat jauh sebelum kita diciptakan. Qaluu ataj’alu fiiha man yufsidu fiihaa wa yasfiku dima’, wanahnu nusabbihu bihamdika wa nuqoddisu laka,” Para malaikat berkata (kepada Allah), apakah Engkau akan menciptakan (manusia) didalamnya (dunia) mereka yang akan berbuat kerusakan padanya dan saling menumpahkan darah sedangkan kami selalu bertasbih dan mensucikan-Mu?”.
Selamat hari ini, dan semoga hidup anda lebih bahagia.
Mari kita kerjakan dharma ke-2 pramuka, dan kita buktikan pada para malaikat bahwa kekhawatiran mereka tidak sepenuhnya benar.
P.S,: Ini bukan HOAX, silahkan dibaca, jika ada yang kurang benar bisa inbox saya, jika setuju mohon dishare.Teman teman yang kebetulan ke Alkid, bisa bantu mbah mbah yang disana, ada banyak kok, dengan berbelanja. Yang mereka dapatkan nggak banyak, tapi insha Allah bermanfaat.